Bahagia Menyambut Ramadhan

01.25

-Menjelang 7  hari menuju bulan Ramadhan-
Sebagai seorang Muslim sudah sepatutnya kita senang, bahagia karena bulan Ramadhan semakin dekat. Tentu tidak hanya diungkapan dengan kata-kata, namun rasa bahagia ini juga diungkapkan dengan mempersiapkan diri menyambut bulan Ramadhan agar ibadah makin maksimal. Hal-hal yg perlu disiapkan menyambut bln ramadhan, yaitu:👇
- Mengqadha (mengganti) puasa yang masih terhutang
- Berdoa agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan
- Mempersiapkan Ruhiyah (menyiapkan hati dan niat ikhlas)
- Mempersiapkan Ilmu (belajar tentang fiqih puasa & Ramadhan)
- Mempersiapkan Fisik (olahraga, puasa sunnah di bulan sya'ban)
- Mempersiapkan Finansial (untuk memperbanyak infaq)
- Membuat jadwal ibadah dan program kebaikan selama Ramadhan.

#BahagiaMenyambutRamadhan
#ApaPersiapanmuMenyambutRamadhan?

Oleh: Nurmaida Rahmah, S.Pd
(MPO Formasi Tarbawi 1437H)

Indahnya Ukhuwah

07.11

"..  Dan Allah yang mempersatukan hati para hamba beriman. Jikapun  kau nafkahkan perbendaharaan bumi seluruhnya untuk  mengikat hati mereka,  takkan bisa kau himpunkan hati mereka.  Tetapi Allahlah yang  telah menyatupadukan  mereka…”

Ukhuwah, inilah kalimat yang sering kita pakai untuk menandakan bahwa ikatan kita bukan hanya sekadar ikatan alumni rohis, ikatan mahasiswa, ikatan dokter dan ikatan lainnya. Tetapi, ikatan disini berarti ikatan persaudaraan yang kekal untuk menuju jannahNya yang abadi.

Teringat peristiwa 2 tahun lalu, salah seorang adik kelas di rohis tiba-tiba mengirimkan sebuah gambar yang sudah di edit olehnya. Dalam gambar itu terdapat kalimat "Ukhuwah ilal Jannah" beserta beberapa foto pengurus rohis dan alumni. Dalam hati bergumam, seketika persaudaraan ini tidak hanya sebatas Ikatan Rohis dan alumni SMA 37 yang biasa kami sebut dengan IKRIMA 37, padahal saat itu saya masih belum aktif sebagai alumni yang baru lulus SMA. Dan dari peristiwa itulah awalnya diri ini benar-benar merasakan indahnya ukhuwah.

Bicara tentang ukhuwah maka tak luput dari persahabatan. Seperti yang tertulis dalam buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim A. Fillah: "Tanyakan pada Musa tentang makna persahabatan. Tentu dia memiliki seindahindahnya  jawaban. Setidaknya dari permohonan nya pada Alloh, kita tahu bahwa Musa meminta kepada Alloh agar Harun dijadikan  penguat di sisinya, atas segala kelemahan yang dimilikinya. Ya, mengemban risalah  dengan kesulitan-kesulitan  diri seperti seorang Musa membuat sahabat menjadi  hajat yang mendesak."

Salah seorang penulis juga membuat sebuah ungkapan mengenai persahabatan. Bahwa "PERSAHABATAN bukanlah pelangi, yang indah hanya sekejap. PERSAHABATAN bukan pula matahari, yang menemani setengah hari. PERSAHABATAN adalah hati yang melekat dalam diri dan akan ada dalam jiwa. PERSAHABATAN bukan pula BULAN yang nampak indah hanya saat PURNAMA. Ia seperti UDARA yang kita hirup saat terlelap dan terjaga" -Umar Hidayat-

Ya, seperti itu lah indahnya persahabatan. Bagaimana perasaan kita jika kita bisa berukhuwah? Pasti bangga bukan?. Maka, pantaslah seorang Umar bin Khaththab melantunkan kata: "Aku tidak mau hidup lama di dunia yang fana ini krcuali karena tiga hal; keindahan berjihad di jalan-Nya, repotnya berdiri Qiyamul Lail, dan indahnya bertemu dengan sahabat lama" Seperti itulah ungkapan salah satu sahabat Rasul.

Oleh karena itu untuk mencapai nikmatnya ukhuwah, perlu kita ketahui beberapa proses terbentuknya ukhuwah islamiyah antara lain ada 5 :

1. Ta’aruf (Saling Mengenal) : ini adalah tingkatan yang paling dasar dalam ukhuwah. Adanya interaksi dapat lebih mengenal karakter individu. Perkenalan pertama tentunya kepada penampilan fisik (Jasadiyyan), seperti tubuh, wajah, gaya pakaian, gaya bicara, tingkah laku, pekerjaan, pendidikan, dsb. Selanjutnya interaksi berlanjut ke pengenalan pemikiran(Fikriyyan). Hal ini dilakukan dengan dialog, pandangan thd suatu masalah, kecenderungan berpikir, tokoh idola yang dikagumi/diikuti,dll. Dan pengenalan terakhir adalah mengenal kejiwaan (Nafsiyyan) yang ditekankan kepada upaya memahami kejiwaan, karakter, emosi, dan tingkah laku. Seoerti kalau kita kenalan dengan orang pertama kalinya, kita tanya alamat, no HP dsb

2. Tafahum (Saling Memahami) : proses ini berjalan secara alami. Seperti bagaimana kita memahami kekurangan dan kelebihan saudara kita. Sehingga kita bisa tahu apa yang di sukai dan tidak di sukai, menempatkan posisi seperti apa bila kita bersamanya dsb.

3. Ta’awun (Saling Menolong) : lahir dari proses tafahum tadi. Ta’awun dapat dilakukan dengan hati (saling mendo’akan), pemikiran (berdiskusi dan saling menasehati), dan amal ( saling Bantu membantu). Saling membantu dalan kebaikan adalah kebahagiaan tersendiri. Karena manusia adalah makhluk sosial yang butuh berinteraksi dan butuh bantuan org lain.

4. Takaful (Saling Menanggung) : rasa sedih dansenang diselesaikan bersama. Ketika ada saudara yang mempunyai masalah, maka kita ikut menanggung dan menyelesaikan masalahnya tersebut. Contoh mudah nya, ketika teman kita belum mampu membayar SPP bulan ini, maka kita menanggung biaya nya tersebut. Dsb.

5. Itsar (Mendahulukan orang lain daripada diri sendiri) : ini adalah tingkatan tertinggi dalam ukhuwah. Tingkatan iman nya para sahabat. Banyak hadist yang menunjukkan itsar ini. Seperti ketika dalam suatu perang, salah seorang sahabat sangat kehausan. Kebetulan ia hanya tinggal mempunyai 1 kali jatah air untuk minum. Saat akan meminum nya, terdengar rintihan sahabat lain yang kehausan. Maka air tersebut ia berikan kepada sahabat yg kehausan itu. Saat mau meminumnya terdengar sahabat lain lagi yang merintih kehausan. Kemudian ia berikan air tersebut kepada sahabat itu. Begitu seterusnya sampai air tersebut kembali kepada si pemilik air pertama tadi. Akhirnya semua syahid.

"Tidak beriman seseorang diantaramu hingga kamu mencintainya seperti kamu mencintai dirimu sendiri (HR. Bukhari-Muslim)."

Oleh:
Muchlis Mudzofar
(Mas'ul Formasi Tarbawi 1437H)

Urgensi Menjadikan Diri Teladan yang Baik Dalam Amal Jama'i

Urgensi Menjadikan Diri Teladan yang Baik Dalam Amal Jama'i

06.24

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makhruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali Imran: 104)

Dalam ayat ini Allah telah mengisyaratkan untuk kita melakukan amalan dengan cara bersama-sama atau yang biasa kita sebut dengan Amal jama’i. Dengan berjama’ah, dakwah akan menjadi ringan, didalam berjama’ah pula terdapat banyak pahala yang mengalir.

Mari kita belajar dari bangsa semut, dimana mereka tidak dapat membuat sarang atau menyimpan makanan tanpa adanya kerjasama, betapa mereka ulet dan saling bergotong royong dalam bekerja. Bahkan bila seekor semut bertemu dengan kawannya dia berhenti sejenak dan saling besalaman.

Apakah masih ada keraguan dalam diri kita untuk melakukan dan mengajak orang lain untuk beramal jama’i?

Tidakkah kita malu dengan bangsa semut?

Dalam suatu amal jama’i dibutuhkanlah sosok-sosok teladan yang  dapat memberikan inspirasi kepada orang-orang. bukan hanya seorang qiyadah yang menjadi teladan namun jundi-jundinya pun harus bisa menjadi teladan dalam amal jama’i. Teladan itu sendiri menurut kamus Mahmud Yunus adalah suatu perbuatan/prilaku baik seseorang yang ditiru/diikuti oleh orang lain, dengan istilah lain uswah.(Mahmud Yunus, 1989 : 42). Uswah dapat diartikan dengan qudwah yaitu mengikuti atau diikuti.
 
Jika seseorang yang berada disuatu lingkungan, maka keteladanan itu di perlukan dan amat penting. Keteladanan akan menjadi metode yang baik dalam membina masyarakat di lingkungan luas. Sehingga dapat menciptakan masyarakat yang  nantinya menjadi figur yang baik.
 
Rasulullah SAW adalah teladan terbaik yang pernah lahir di bumi ini. Allah SWT menggaransi hal itu melalui firman-Nya ; “Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.” (Al-Ahzab: 21)

Sebagai umat yang taat perlulah kita untuk mengikuti jejak-jejak Rasulullah. Menjadi  tauladan dalam amal jama’i sangatlah penting karena ketika kita hidup dalam keadaan berjama’ah maka kita harus mewarnai jama’ah tersebut dengan hal yang baik bukan malah terwarnai dengan hal-hal yang buruk.

Keteladanan seseorang memiliki nilai yang berbeda dari tiap individu, mungkin bagi si "a" sosok "c" merupakan sosok yang teladan, tetapi  bagi "b" sosok "c" belum tentu menjadi sosok yang teladan. Oleh karena itu, Sebelum kita menjadi sosok teladan untuk orang lain, haruslah kita terlebih dahulu menjadi sosok teladan untuk diri sendiri. Dengan cara mendekatkan diri kepada Allah, malakukan sunnah-sunnah Rasulullah. Apabila seseorang benar-benar mengenal Allah dan dekat dengan Allah, maka manusia pun akan ikut dekat. Banyangkan, jika yang menciptakannya saja sudah dekat apa lagi yg di ciptakan-Nya?  Allah-lah Dzat Yang Maha menggerakkan hati manusia.  

Untuk menjadi teladan dalam suatu amal jama'i banyak cara yang bisa kita lakukan, salah-satu cara sederhananya adalah, apabila ada rapat atau acara, baik kita sebagai qiyadah atau jundi maka usahakan untuk datang tepat waktu, karena datang tepat waktu mencerminkan kedisiplinan dalam diri seseorang.

Seorang yang teladan dalam amal jama’i pun harus mempunyai hubungan yang baik dengan sesama manusia, jangan sampai sosok yang teladan itu menciptakan masalah dengan orang lain, jikalau memang ada masalah, maka harus segera di tabayunkan atau diluruskan kembali hubungannya agar tidak mengganggu atmosfer di dalam amal jama’i itu sendiri.

Seorang teladan tetaplah manusia biasa yang pasti memiliki kekhilafan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. maka dari itu sosok yang teladan haruslah bisa menerima kritikan orang lain dan harus terus memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi, janganlah cepat puas dengan apa yang kita miliki.

Sudahkah kita menjadi sosok yang teladan?

Oleh:
Khansa Mufidah Fillah
(Staff Kaderisasi MAF)

Guruku Sayang Guruku Malang

17.05

Guruku Sayang Guruku Malang

Oleh: Aprilia Kartikawati (Staff Biro Kemuslimahan)

Assalamu’alaikum,
Sahabat-sahabatku, apakah kalian mengingat masa kalian SD, SMP, SMA ? Apakah yang paling kalian rindukan pada masa itu? Apakah kalian ingat saat dihukum oleh guru karena tidak mengerjakan PR, berisik dikelas, keluar kelas saat jam belajar? Apakah kalian membenci guru kalian?
Apa yang ada dibenak kalian saat mendengar kata guru? Apa yang ada di benak kalian saat mendengar kata ilmu? Apakah menurut kalian pekerjaan seorang guru itu mulia? Ya jawaban itu benar adanya, “Niscya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman  di antara kamu dan orang-orang yang diberi pengetahuan” (surat Al Mujadilah : 11), junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W sangatlah menghargai orang berilmu. “Ulama adalah pewaris para Nabi” (HR Abu Dawud). Sebegitu besarnya agama kita yakni islam menjunjung tinggi ilmu dan orang-orang yang berilmu terlebih jika mereka membagikan ilmu mereka.
Surat Al Mujadilah dan HR. Abu Dawud hanyalah dua contoh dari sekian banyak keutamaan ilmu termasuk orang-orang di dalamnya, lantas bagaimana dengan dunia nyata? Dunia yang kita namakan Bumi pertiwi ini? Dunia tempat kita dikandung, dilahirkan, dibesarkan dan dididik ? Siapakah yang mengajari kita membaca, menulis, berhitung, mengetahui berbagaimacam rumus fisika, kimia, biologi, akuntansi, sosiologi. Siapakah yang mengajari kita sampai menjadi seorang dokter, doktor, ahli kimia, psikiatris, konselor, anggota DPR, paspampres, polisi, TNI dan sebagainya? Apakah kita pernah menengok kembali kondisi orang yang pernah mengajari kita? Apakah ilmu yang mereka berikan masih melekat dan bahkan berguna bagi kita?
Miris-miris-miris itulah kondisi guru, pendidik, orang yang telah menjadikan kita hebat, kita terlalu melihat guru-guru yang bergaji besar, sehingga kita lupa dengan nasib guru-guru di daerah terpencil, ketika Terdapat sedikit masalah pada peserta didik, kita selalu menuding guru yang salah, namun ketika peserta didik berhasil, guru tak pernah disinggung, padahal siapa yang menjadikan anak kita berhasil? Nabi Muhammad sangat menghargai guru, memang benar kita hanyalah manusia biasa, tetapi bukankah setidaknya kita menghargai mereka?
Kita ingin menjadikan bumi pertiwi ini menjadi bumi yang berilmu, namun tak pernah kita menghargai orang berilmu, orang besar berdasi disana lebih mengatakan bahwa kehidupan guru sudah baik, apakah yang dimaksud baik? Ketika tak sedikit guru yang harus berhutang sana-sini untuk memenuhi kebutuhannya, tak sedikit guru yang merangkap sebagai tukang ojek, tak sedikit guru yang membuka jasa les guna menghidupi keluarganya.
Guru yang bekerja mati-matian guna mendidik anak bangsa justeru memiliki gaji lebih kecil daripada para artis yang notabene mengajari anak ikut geng motor, pacaran bahkan melawan orang tua justeru mendapat gaji lebih besar. Malang bukan nasibnya? “Kini bukannya zaman Nabi Muhammad, S.A.W. Kini zaman pasca modern, semuanya harus menghasilkan uang.” Artis yang mengejek simbol negara kita Pancasila, dijadikan raksasa, sedangkan guru yang mengajarkan kita arti Pancasila justru di kerdilkan oleh orang-orang berdasi.
Teruntuk guruku, tenanglah guruku sayang nasibmu di dunia sungguh malang, namun engkau harus ingat bahwa ada tiga amalan yang tak akan pernah putus meski engkau telah tiada. “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya, kecuali tiga perkara yaitu : Amal Jariyah, ilmu yang bermanfaat  dan doa anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Teruntuk sahabatku apakah kita akan tetap diam melihat kedzaliman yang mereka lakukan pada orang yang telah mendidik kita? Apakah kita hanya tompang dagu sampai orang itu berteriak kesakitan? Apakah kita hanya akan melihat aksi demo mereka sebagai tontonan di televisi? Tidak, tidak sekali lagi tidak,  lantas apa yang akan kita lakukan sebagai seorang pemuda yang nantinya akan memimpin negeri ini? Apakah kalian ingat dengan potongan ayat ini? “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat. “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”Mereka berkata: “Mengapa engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kamu senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al Baqarah : 30). Apakah kalian ingin seperti yang dikatakan oleh Para Malaikat? Ataukah kalian ingin seperti yang sudah menjadi kehendak Allah, s.w.t? Hidup itu adalah pilihan engkau sahabatku, namun nasib bumi pertiwi, nasib pendidikan ini ada di tangan para pemuda, siapa para pemuda itu? Kita!

Wassalamu’alaikum
Sekian Terima kasih

Hormati gurumu
Sayangi temanmu
itulah tanda kau murid berprestasi

SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL ^^