Ku Sebut Ia Lingkaran Cinta

03.13

Lingkaran Cinta, begitu aku menyebutnya. Wiw, lingkarannya penuh dengan cinta dong? Ya tentu.
Salah satu sunnah Rasul dalam konteks Tarbiyah. Dulu, sepengetahuanku Rasul mengumpulkan para sahabat dengan pola lingkaran untuk proses Tarbiyah. Bayangkan saja, zaman Rasul dulu 'kan ndak ada papan tulis, meja, kursi, laptop, proyektor, dan media keren seperti sekarang, bukan?

Liqo' namanya, atau lebih nyaman ku sebut dengan "Lingkaran Cinta". Liqo' yang berdasar manhaj ahlussunnah loh ya. Aku tak 'kan bahas liqo' yang dilakukan atas dasar kepentingan kelompok dan golongan tertentu.

Liqo' dipimpin oleh seorang Murobbi/yah. Mungkin kalau level-an kampus, Murobbi/yah ini lebih disenangi kalau berasal dari 1 jurusan atau sesama aktivis. Loh kok gitu? Karena pastinya akan lebih memahami si mentinya.

Seperti Aku, Murobbiyah ku adalah salah satu kakak tingkat ±3 tahun diatasku. Beliau juga termasuk aktivis 'jempolan' menurutku. Dan bahagianya tersadar bahwa, Allah menempatkan diri ini disekitar muslimah-muslimah hebat. Dan dalam lingkaran inilah aku semakin temukan cinta-Nya. Bukankah dalam lagu Obat Hati berteman dengan orang-orang shalih/ah menjadi salah satunya?

Lingkaran Cinta..
Yang dimana saat kau tak pernah membaca KitabullAh, sekurang-kurangnya kau akan membacanya dalam jarak waktu 1 minggu 1 kali? Di Lingkaran Cinta..
Yang mana selama ini kau lemah, rapuh, rusak, dan kau lihat hatimu merengek lelah karena semua masalah. Apa yang kau dapat dengan semua temanmu diluar sana? Aku bisa menebak bahwa pasti teman-temanmu akan menghiburmu, mengatakan "Sabar ya, Teman", mungkin sekedar mendengar ceritamu, mengajakmu makan, tertawa bercanda ria, ya kalau mau romantis sedikit mungkin dinyanyikan lagu dengan gitar 'kan? Tapi apakah itu ketenangan batin yang sesungguhnya? Sayangnya ketenangan batin itu kupastikan akan kau dapat jika kau bisa lebih dekat denganNya, sang Maha Segalanya. Jawab saja iya atau iya. Lalu dimana kau bisa temukan itu semua? Di Lingkaran Cinta..

Teman, Lingkaran Cinta selalu di isi dengan segala cinta milik sang Maha Cinta. "Ah yaudah keleus, urus aja diri lau sendiri". Masuk surga memang sangat sangat di dambakan, Teman. Tapi kalau surga yang sebegitu luasnya bahkan Allah katakan harumnya sudah tercium dengan jarak sekian-sekian jauh (wallahua'lam) hanya dinikmati sendirian tanpa orang-orang yang kita sayang, apa rasanya?

Lalu buat apa ada istilah pertemanan dilihat dari temannya? Berteman dengan siapa? Penjual minyak wangi atau seorang pandai besi? Aku yakin teman-teman sudah cukup dewasa untuk memaknai itu.

Lalu melalui apa iman kita bisa terjaga sedang kegiatan dikampus lebih dari 12 jam bagi para aktivis?
Lalu melalui apa hati kita selalu bisa di 'sentil' jika hanya fokus dengan akademik yang harus menegangkan mata berhari-hari?
Lalu siapa yang akan mengajak kita kembali ke 'jalan pulang' jika kita berkutat dengan teman yang tidak punya 'peta' menuju 'rumah'?
Apa.. Lingkaran Cinta.
Siapa.. Si-Lingkaran Cinta.
Dimana.. Di-Lingkaran Cinta.
Bagaimana.. Dengan-Lingkaran Cinta.

Catatan kecil ini hanya sedikit goresan tentang hati dan si Pemilik Hati. Tulisan ini hanya tentang rindu kepada si Dia yang selalu rindu. Mohon maaf jika ada yang tersinggung, karena sejatinya diri ini bukan sebaik-baiknya diri.

Aku tunggu kamu, dia, kalian, mereka, dirinya kembali ke 'jalan' menuju 'pulang'.
Semoga Allah selalu menjaga diri dan hati kita, Aamiin.

Oleh: Dewi Kusumaning Ayu (Staff Syiar Tarbawi)

Merdeka dari Kebodohan

Merdeka dari Kebodohan

15.28

Merdeka! Sebuah kata yang begitu familiar, dan kita ketahui jatuh pada tanggal 17 Agustus, yang dijadikan sebagai hari kemerdekaan.

Teringat sejarah bagaimana negeri ini mengambil kemerdekaan. Maka kemerdekaan tak bisa kita lepaskan dari kata Nasionalisme.
Rasa membela negara hingga mati.

Ahh. Seperti itu kah?
Rasanya ada yang kurang. Apakah Nasionalisme saja? Apakah hanya karena ingin mempertahankan sebuah tanah?

Ya. Banyak yang melupakan.
Dan tak pernah asik untuk dibahas di sekolah.

Yaitu sebuah semangat, yang menjadikan semangat nasionalisme menjadi sangat menakutkan.

Semangat apa??

Semangat Jihad para pahlawan. Semangat syahid para pahlawan. Bukan untuk mempertahankan sepetak tanah, tapi untuk membebaskan perbudakan di Negeri ini.

Bersyukur karena para pahlawan mengidolakan Rasulullah, mengikuti gerak Rasulullah.

Tapi sayangnya, Jihad dan syahid pada era ini dianggap sebagian orang layaknya sebuah momok penyakit yang tak boleh tersentuh, tak boleh dihirup, tak boleh disimpan, dan menuhankan demokrasi dan NKRI. Serta menuhankan apa yang dikatakan media. Merdeka dari penjajah tapi terjajah oleh keindahan kebathilan.

Teringat apa yang dilakukan Amr Ibn luhay. Beliau membawa sebuah kebathilan ke makkah. Membuat sistem kepercayaan. Dibungkus dengan keindahan logika.

"Perantara"
Manusia membutuhkan perantara untuk berdoa dan tak pantas meminta langsung kepada Allah S.W.T. Maka muncul lah Lata dan uzza sebagai perantara.

Teringat juga bagaimana indahnya dan lihainya ke logika dan permainan kata firaun mengubur dirinya dan rakyat kedalam siksa Allah
Yang diabadikan salah satu ucapannya oleh Allah dalam Alqur'an " bukankah aku lebih baik dari lebih baik dari orang ini yang tak mampu menjelaskan perkataannya.
(Q.s. zukhruuf [34] : 51-54)

Betapa logisnya ketika fira'un tau bahwa musa berbicara sedikit terbata-bata

Sayangnya era ini. Di negeri yang merdeka ini. Masih dilanjutkan dan terus bermertamorfosanya Fira'un masa kini.

Di Negeri yang merdeka ini. Bagaimana logika dituhankan. Demokrasi di tuhankan. Bahkan HAM di tuhankan.

Aku bersyukur. Karena aku masih sadar. Bahwa negara ini tak akan seperti ini. Jika tak ada semangat jihad dan syahid.

Logika.
Demokrasi.
HAM.

Yang salah diartikan. Dituhankan. Dan melihat Syariat islam laksana momok penyakit. Syariat islam sebagai penghalang kebebasan.

Maka sadarkah aku. Bahwa kondisi moral dan akhlak bangsa ini seperti apa sekarang??

Maka jawaban dari hal itu adalah.

ku ucapkan terima kasih kepada para pahlawan yang membebaskan kita dri jajahan belanda,portugis dan jepang. Terima kasih untuk para guru yang masih mau mengajar walau dihajar. Terima kasih para Murabbi dan Murabbiyah yang masih rela menghabiskan waktu, uang dan segalanya. Untuk mendidik. Menjaga moral dan akhlak para penerus bangsa ini.

Terima kasih untuk para Tirani-tirani yang mengikat negeri ini. Untuk menjauh dari islam. Menjauhkan para pemuda dengan agamanya. Membuat islam bak momok penyakit.

Tapi sadarlah. Hal itu membuat para aktivis tak akan berhenti memperlihatkan romantisme islam.

Semoga Allah memberkahi negeri ini. Di hari kemerdekaannya yang ke 71. Semoga Allah bebaskan negeri ini dari tangan para tirani. Serta kejahilan para tirani.

Aamiin Allahumma Aamiin.

Esmo Nugroho (Sekjend. Formasi Tarbawi 1437H)