Bulan Ramadhan, Kapan lagi?

Bulan Ramadhan, Kapan lagi?

12.48
Bulan Ramadhan merupakan bulan kesembilan dari tahun Hijriyah. Bulan ini disebutkan sebagai bulan tersuci dan termulia diantara bulan-bulan lainnya. Banyak umat muslim yang ada pada bulan ini berlomba-lomba dalam mencari pahala, kebaikan, keberkahan, amalan-amalan yang tidak ada pada bulan-bulan sebelumnya.

Pada bulan ini umat muslim diwajibkan untuk beribadah puasa kecuali wanita menyusui, anak-anak dan lansia. Puasa wajib hukumnya bagi orang-orang yang telah beraqil baligh. Mereka senantiasa berpuasa sepanjang hati dalam satu bulan Ramadhan dan dilanjutkan dengan ibadah sholat Tarawih dan witir pada malam harinya. Selain itu mereka juga diwajibkan untuk menunaikan zakat fitrah bagi yang mampu dan hal ini tidaklah wajib bagi yang tidak mampu.

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Pada bulan ini umat  muslim melakukan ibadah puasa yang tentunya dapat mereka kerjakan dengan senang hati. Pada bulan-bulan selain bulan Ramadhan belum tentu orang-orang mau melakukan ibadah puasa jadi dibulan inilah mereka mau melakukan ibadah puasa. Banyak kalangan umat muslim yang menganggap sepele ibadah puasa selain bulan ramadhan. Mayoritas jika diperintahkan untuk melakukan puasa sunah mereka enggan melaksanakannya.

Bulan Ramadhan disebut juga sebagai bulan puasa. Pada bulan puasa ini banyak kita jumpai para pedagang jajanan dadakan, pembagian hidangan pembuka puasa gratis dan sebagainya. Jika telah lewat waktu diatas pukul 16.00 maka sepanjang jalan raya akan kita jumpai banyak para pedagang makanan dadakan. Mereka tidak mau kehilangan kesempatan dalam mendapatkan rejeki pada bulan ini. sungguh bulan ini merupakan bulan yang penuh dengan rejeki ujar seorang pedagang makanan dadakan.

Bulan puasa merupakan bulan yang dapat memperat tali silaturahim umat muslim. Hanya pada bulan ini kita dapat bertemu dengan saudara-saudara kita. Dengan tujuan mengadakan buka bersama maka secara tidak langsung kita juga bersilaturahmi dengan sesama saudara kita. Tak jarang pada momen-momen buka bersama kita dapat bertemu dengan teman lama kita seperti teman ketika SD, SMP, SMA, Kuliah dan sebagainya. Ada teman yang sudah hampir satu tahun, dua tahun, tiga tahun atau bahkan lima tahun tidak bertemu tapi pada momen bukber ini kita dapat bertemu. Hal ini penulis sering alami ketika ada acara buka bersama penulis bertemu dengan teman-teman lama. Selain acara buka bersama juga ada tradisi yakni mengunjungi sanak saudara atau orang tua yang berada di kampung halaman. Tidak sedikit biaya dan waktu yang mereka keluarkan untuk pulang ke kampung halaman, namun demi kebersamaanlah mereka rela pulang ke kampung halaman. Pulang ke kampung yang terkenal dengan istilah mudik itulah namanya. Ketika mudik perjalanan ke kampung halaman yang tadinya misalkan sebut saja 12 jam ketika bulan ramadhan ini menjadi tiga kali lipat waktunya. Terjadi kemacetan dimana-mana. Perjalanan yang tadinya memakan waktu satu hari kini dapat menjadi tiga hari dan sebagainya. Bagi mereka berkumpul dengan sanak saudaralah yang dapat membayar kelelahan diperjalanan ini. menurut mereka kapan lagi kita bisa berkumpul? Kalau bukan dibulan ini.

Pada bulan ini anak-anak sering bermain petasan, perang sarung, membangunkan sahur dan sebagainya. Hal yang paling diingat oleh mereka adalah perang sarung. Perang ini melibatkan berbagai anak-anak laki-laki baik anak kecil sampai dewasa. Hal yang seperti pastinya sangat berkesan bagi anak laki-laki. Mereka tidak dapat mendapatkan kesenangan ini selain bulan Ramadhan. Mereka berujar kapan lagi kita bisa seperti ini selain dibulan ini?
Selain anak-anak ibu-ibu juga mempunyai kesibukan yakni membuat kue lebaran. Mereka rela membuat berbagai macam kue hanya demi menyambut hari yang fitri ini. tidak sedikit biaya yang mereka keluarkan dalam membuat kue ini. bagi mereka lebaran terasa kurang apabila tidak ada kue lebaran.

Bulan puasa disebut juga sebagai bulan kemenangan dimana kita menang dalam menghadapi hawa nafsu kita. Kita menahan amarah, perkataan dusta, lapar dan haus dan sebagainya. Apabila kita dapat melewati hambatan itu semua maka kita dapat dikatakan menang dalam menghadapi itu semua.  Namun tidak banyak orang yang dapat melewati ini semua, beberapa diantaranya tidak dapat menahan amarah, perkataan dusta dan sebagainya. Mereka hanya dapat menahan akan lapar dan haus saja.

Tidak ketinggalan pula pada bulan ini kantor-kantor tempat kerja juga menyediakan tunjangan hari raya atau yang biasa disingkat menjadi THR. THR ini sifatnya memberikan uang tunai bagi para karyawan-karyawannya baik karyawan negeri ataupun swasta. Pemberian THR tidak melihat orang dari segi agamanya saja, orang-orang diluar islam pun juga kecipratan THR. Adapun jumlah THR yang diberikan pun bermacam-macam tergantung kebijakan kantornya masing-masing.

Bulan ini juga memberikan waktu berlibur yang panjang dibanding bulan lainnya. Libur ini dimulai dari 7 hari sebelum hari idul fitri dan sesudah 7 hari idul fitri. Jadi jika ditotal sekitar 14 hari atau minggu. Sungguh ini merupakan liburan terpanjang yang tidak dapat kita jumpai pada bulan lainnya.

Bulan ini juga merupakan bulan tilawah dimana orang-orang senantiasa bertilawah dimanapun baik dirumah, di kantor, kampus bahkan dalam perjalanan sekalipun. Penulis pernah mendapati ketika berada di kereta KRL Jakarta-Bogor banyak orang-orang yang bertilawah didalam kereta. Tentunya ini jarang terjadi apabila bukan di bulan Ramadhan. Penulis berdecak kagum melihat fenomena ini namun juga bersedih ketika bulan ramadhan telah usai maka situasi ini tidak dapat penulis temui.

Pada bulan ini terdapat pula lailatul qadr yakni malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Hal ini dijelaskan dalam surat Al-Qadr (Kemuliaan) yang artinya adalah sebagai berikut:

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam Kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Q.S. Al-Qadr 1-5)

Nah sudah dijelaskan dalam malam itu sesungguhnya lebih mulia daripada seribu bulan. Malam ini terjadi pada malam ganjil antar malam kedua puluh sampai malam ketiga puluh. Hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatkan malam lailatul qadr.

Selain terdapat malam lailatul qadr juga terdapat penting yakni nuzulul quran pada tanggal 17 ramadhan dimana pada saat itu nabi besar Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama di gua Hiro dari malaikat Jibril dengan surat Al-Alaq yang artinya segumpal darah.

Dalam penentuan tanggal 1 ramadhan dan 1 syawal rupanya ditentukan secara alot. Kementerian agama akan mati-matian atau bersungguh-sungguh dalam menentukan penanggalannya. Mereka mempunyai ketentuan-ketentuan mutlak dalam menentukan bulan ramadhan dan bulan syawal. Hal ini rupanya tidak terjadi pada bulan selain bulan ramadhan dan bulan syawal. Perhitungannya merupakan perhitungan yang sangat valid. Bulan ramadhan terkadang dibulatkan menjadi 30 hari apabila ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan tidak tercapai.

Banyak hal sebenarnya yang dapat penulis ceritakan pada bulan Ramadhan. Pada bulan ini berbondong-bondong umat muslim melakukan ibadah sholat tarawih di Mesjid-mesjid ataupun Mushola secara berjamaah. Pada malam pertama bulan ramadhan otomatis tempat ibadah penuh sesak dengan jamaah sehingga terkadang tempat ibadah tersebut tidak kuasa menampung jumlah jamaah yang sangat banyak. Fenomena ini tidak dapat penulis temui pada bulan-bulan lainnya, hanya pada bulan Ramadhanlah tempat ibadah ramai dengan jamaah. Namun, sayangnya setelah bulan Ramadhan berakhir jumlah jamaah yang sholat di mesjid berkurang secara drastis.

Oke begitulah sekelumit kisah yang penulis dapat ceritakan, mungkin sekelumit kisah ini dapat menjadi gambaran mengenai bulan Ramadhan. Sebelum penulis mengakhiri tulisan ini penulis mengucapkan “Taqballahu waminkun shiyamanaa wa shiyamakum minal ‘aidin  wal faidzin” selamat hari raya idul fitri 1 syawal 1436 H.

Murabbi & Peradaban

00.42

Oleh: Siti Fauziah Waruhu

Di perjalanan menuju Setia budi, dari jendela bus Trans Jakarta, tanpak jelas pemandangan macet tak terkira. Mataku tertuju ke pinggiran jalan raya, tepat di sebelahnya lampu lalu lintas dipajang. Bukan lampu lalu lintasnya yang membuat 
batin berdoa karena miris,  namun segerombolan anak usia remajalah yang sedang menjadi pusat perhatianku. Seketika, ingatan melambung jauh ke kampung halaman: Aceh.

Lalu wajah anak-anak remaja di kampung berseliweran beberapa detik,  disusul bayang wajah adikku.  Usianya sebaya dengan gerombolan  anak remaja tadi bila ditaksir. Sungguh pemandangan yang membuat hati miris dan sedih.

Bagaimana tidak, gerombolan remaja tadi melakukan suatu atraksi yang cukup ekstrim dan tak indah dipandang hati. Berlarian menerobos jalan Raya membuat klakson menjerit-jerit saling sahut dengan pakaian kucel yang amburadul ditambah asap rokok yang mengepul dari beberapa orang diantara mereka.
Pak Polisi yang berjaga di lalu lintas agaknya kewalahan saat memberhentikan mereka dengan teriakannya. 
Tak ada ketakutan dari reaksi mereka selain tertawa puas.

Di Kampungku, anak-anak remaja banyak yang berkutat dengan ladang atau lautan membantu orangtuanya mencari nafkah jika pulang sekolah. Sorenya mereka berangkat ke Mesjid atau Mushollah, mengaji dan bergantian menjadi Muadzin bagi yang laki-laki.

Tapi ini bukan berarti aku sedang mempamerkan kondisi anak remaja di kampungku, namun diam-diam aku menyepakati pertanyaan yang tepat, kemudian akan segera terjawab sendiri dengan nalar warasku. "Generasi Masa Depan, akan lahir dari mana?

Masih macet,
dan aku masih dibersamai  kesabaran yang kualitasnya menurutku, bersumber dari tilawah yang sudah kuselesaikan sehabis qiyamul-lail semalam.

Tetiba aku teringat sebuah pesan Allah yang sudah lama kujadikan motto departemen Kaderisasiku di Lembaga Dakwah Fakultas:

“….Jadilah kalian kaum Rabbani (pencinta Tuhan) karena kalian selalu mengajarkan kitab (Alqur’an) dan selalu mempelajarinya.” ( Q.S Ali-Imran:79)

Andaikan Rasulullah Saw, tak pernah diutus ke dunia 14 abad yang lalu apa jadinya dunia hari ini. Apa yang akan kita ketahui tentang jejak sejarahnya islam rahmatan lil’alamin di segala penjuru. Tak akan merasakan setitikpun kenikmatan bernama kebebasan terarah.
 
Penindasan, perbudakan, kemiskinan, pembantaian, kebodohan dan lain-lain kini mulai bangkit dengan skala cepat.

Dunia kita krisis teladan memang. Sulit menemukan teladan yang baik. Kita seolah hidup di bawah kezhaliman penguasa, mirisnya lagi bahwa ke’seolahan’ itu benar-benar ada. Tidak perlu repot menemukannya, bahkan tanpa dicari penzhaliman itu hadir di tengah-tengah kita. Penzholiman dari penguasa kepada rakyatnya, kezhaliman rakyat terhadap penguasa bahkan kezaliman antara rakyat-dengan rakyat. Ini benar-benar terjadi. Negeri kita misalkan .

Perhatikan kondisi Penguasanya, rakyatnya dari sisi ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, budaya, dan lain sebagainya. Ah ya. Mungkin terlalu luas jika berbicara kondisi kenegaraan yang terlihat dan terasa carut marut. Baiklah, mari perhatikan dan analisis kondisi kampus kita. Apa yang kita temukan? Konon, katanya kampus adalah laboratoriumnya mahasiswa dalam bereksprimen atau berkarya.

Dari kampus juga mahasiswa ini tercetak ragam ke'mahasiswa'annya. Ragam kelakuannya, ragam kepribadiannya, ideologinya, ragam ber'agama'nya maupun ragam lain-lainnya. Ragam tersebut, pada akhirnya tertakdir menjadi siklus kehidupan yang bergenerasi; kembali ke Masyarakat dan menjadi 'sesuatu' di masyarakat.

Dari sinilah siklus peradaban berlanjut. Berlanjut estafet ke'khas'annya sebagai alumni-alumni kampus.
Ada alumni yang jahiliah lalu menjahiliahkan generasinya. Ada yang beradab dan meregenerasikan keberadabannya.

Generasi jahiliah menjadikan kita krisis teladan kebaikan sebagai arsitek peradaban. Jelas. Bahkan jika ditelaah ulang, ke-krisisan tersebut berawal dari aspek spiritual.

Seberapa pentingnya spiritual?
“Ketika membaca sejarah peradaban, kita akan menemukan satu kaidah bahwa pada saat peradaban sedang NAIK, maka sesungguhnya peradaban tersebut sedang dikendalikan oleh ruh
.
Sementara ketika perdaban sedang MENDATAR maka yang mngendalikannya adalah rasio atau akal.

Dan ketika peradaban sedang menukik TURUN, maka berarti ia sedang dikendalikan oleh syahwat atau hawa nafsu”. Begitu paparan ust. Anis Matta.

Memang, ada yg akan berujar bahwa peradaban Barat, meski tak sepenuhnya disokong oleh Spiritualitas, tapi toh tetap saja menjadi negara-negara berkependudukan yang eksis dengan kemajuan di berbagai aspek. Tapi jangan lupa,  bahwa kemajuan yang “semu” tiadalah keberkahan membersamainya.

Kita belajar dari sirohnya Umar bin Khattab. Sosok pegulat yang dielu-elukan di pasar Ukazh setiap minggunya, akan selamanya menjadi pegulat yang dielu-elukan pada masa jahiliahnya, menjadi sosok penyembah Berhala lalu memakan sesembahannya bila didera lapar jika TANPA  Spiritualitas.

Spritualitas sang Umar bermula ketika jiwanya  dirasuki hidayah yang menghantarkannya berhijrah. Siapa yang berperan dalam proses hijrahnya Umar menuju kebermanfaatan hidup yang melegenda? Tentu saja tak lepas dari perannya seorang Murabbi (guru) terbaik sepanjang zaman; Rasulullah Saw.

Begitulah fakta  menceritakan kisahnya di hadapan kita. Betapa seorang Murabbi sangatlah dibutuhkan.

“Jika Rasulullah adalah guru terbaik sepanjang zaman, berarti zaman sekarang tidaklah membutuhkan “manusia” seperti kita untuk menjadi Murabbi.
Dan satu hal bahwa menjadi Murabbi bukanlah perkara mudah, tanggung jawabnya besar”. Sanggahan seseorang dalam sebuah diskusi.

Seseorang yang telah menyatakan diri sebagai muslim yang telah menginfakkan seluruh jiwa-raganya untuk islam aku  rasa kurang pantas bila menjawab “tidak”, dengan alasan tidak siap bekal.

Memang benar, menjadi Murabbi merupakan tanggung jawab besar, sangat besar. Lantas apakah dengan besarnya tanggung jawab ini kita harus mundur?
Apakah ketiadaan bekal adalah alasan yang cukup untuk mundur?

Rasa minder itu pasti ada,
dan untuk urusan begini justru wajib minder, karena dari minder inilah muncul motivasi untuk belajar lebih. Mempersiapkan diri lebih dan lebih. Karena syarat mutlak dari memberi adalah terlebih dahulu memiliki. Apa yang akan kita beri jika kita tidak memiliki sesuatupun untuk diberikan?

Sebuah pemikiran. Jika tidak tersedia bekal ya segera kumpulkan.
Jika tanggung jawab ini terlalu besar, berarti kita harus membesarkan diri kita untuk mampu membawa ini semua. Semua ada harganya, apakah kita rela menukar itu semua dengan kemenangan Yahudi laknatullah? Kita ini sedang berperang Saudaraku.

Membuka memori tetang Murabbi kita. Beliau bisa, kita sama-sama manusianya dengan beliau. Apa alasan kita yang ketika diseru untuk membina sekelompok generasi begitu seringnya menjawab “saya tidak bisa” Saya tidak pantas menjadi Murabbi”
.
Maka disini aku bantu untuk memberi jawaban jika kelak kembali diseru ”beri kesempatan untuk saya belajar, dan mohon bimbingannya".

Suatu kali aku diamanahkan mendata Mahasiswa/i Muslim yang diseru untuk bersedia jadi murabbi/mentor.
Jawaban yang kuterima aneka ragam, variatif.

Ada yang merespon dengan kalimat:  "Jadi mentor, ngapain?. Oke, tapi tidak berkelanjutan, hanya untuk  masa perkenalan akademik saja ya !.
Maaf, saya tidak bersedia!, dll".

Hal yang membuat hati  merenung atas sebuah responan diantara responan tadi adalah dari seseorang (awalnya tidak  pernah tahu bahwa beliau adalah seorang Tunanetra, jurusan PLB) dengan bahasa tawadhunya(menurutku):
“Alhamdulillah kalau  saya dipercayakan untuk membina. Tapi apakah kakak yakin meminta saya untuk jadi Mentor  sementara kondisi saya seperti ini.. terus apakah akan ada yang mau dibina oleh saya ka nantinya? blabla.)

Masyaa Allah. Responan sms tadi masuk setelah beberapa menit hati  lumayan kesal karena responan dari orang-orang yang dianggap atau diharap bersedia tapi ternyata merespon seruan dengan “sedemikiannya”.
Padahal Allah telah  melengkapi fisik yg sehat  dan menganugrahi ilmu untuk bekal dalam membina.

Ingin rasanya bertanya, dikemanakan ilmu-ilmu keTarbiyahan-setelah diTarbiyah selama ini?

Sedikit memendam  kesal yang sebenarnya sedang mendobrak-dobrak jiwa untuk  bersuara lantang. Tapi ya sudahlah, toh bukankah sebermulanya  amal yang disambut dengan suka maupun tidak suka setidaknya ada kualitas keimanan yang mempengaruhinya??

Bagaimanapun, betapa lamanya  seseorang bersama Tarbiyah tidak ada jaminan bahwa ia adalah orang yang paham sepenuhnya akan visi misi dakwah ini, apa yang harus dilakukan dan bagaimana seharusnya berkonstribusi.
Bagi orang yang belum pernah membina, bahkan akan menjadi pengalaman pertamanya, Membina bisa jadi sebuah momok yang menakutkan dan hiper minderpun menjangkiti. Untuk hal ini masih bisa dimaklumi.

Namun, bagaimana dengan seseorang yang  punya ilmu lebih? Mungkin cacat bukan fisik atau ilmunya melainkan hal lain yang sulit terdeteksi.

Wanita Guru Pertama Bagi Anak - Anaknya

21.01


FORMASI TARBAWI - jum'at (13/3) BLINK hadir dengan mengangkat tema kajian "Wanita Guru Pertama Bagi Anak - Anaknya". pada BLINK kali ini dihadiri oleh puluhan muslimah FIP dengan narasumber Ibu HARTINI NARA, M.Si. Beliau juga selaku dosen PLB menerangkan peran muslimah sebagai seorang anak, istri dan juga sebagai seorang ibu.

sebelum datang Islam wanita seolah tidak ada harganya bahkan dibunuh hidup - hidup. Islam datang memuliakan wanita, sepeti Islam menjaga kehormatan wanita mulai dari cara berpakaian.

"Hai Nabi, katakanlah kepada istri - istrimu, anak - anak perempuan mu dan istri - istri orang mukmin : "hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan ALLAH adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Ahzab:59)

Peran Muslimah Sebagai seorang istri

Sesungguhnya laki - laki dan perempuan yang muslim, laki - laki dan perempuan yang mukmin, laki - laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki - laki dan perempuan yang benar, laki - laki dan perempuan yang sabar, laki -laki dan perempuan yang khusyu', laki - laki dan perempuan yang bersedekah, laki - laki dan perempuan yang berpuasa, laki - laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) ALLAH, ALLAH telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab:35)

Seorang istri merupakan sahabat bagi suaminya bahkan suami istri merupakan sahabat terdekat bagi keduanya, saling mensuport dalam kebaikan, terus belajar menjadi seorang istri yang dapat memahami keadaan suami, mendampingi suami dalam keadaan suka dan duka.

Peran Muslimah Sebagai Seorang Ibu

Seorang ibu merupakan madrasah awal bagi anak -  anaknya. Sebagai seorang ibu, muslimah harus mempunyai wawasan serta ilmu yang memadai baik ilmu agama maupun akademik. mengapa hal itu penting?

Karena awal pendidikan seorang anak diberikan oleh ibu, jika seorang muslimah sebagai ibu cerdas dan tentu saleha maka anaknya pun akan mendapatkan pendidikan yang baik.

***

Press Release BLINK 
Cara Nabi Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus

Cara Nabi Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus

02.04
Image result for anak berkebutuhan khusus
FORMASI TARBAWI - Senin (23/3) D'SALIM membahas tentang bagaimana cara nabi mendidik anak berkebutuhan khusus, bersama bang Airel. Acara ini dihadiri puluhan mahasiswa FIP.

Dalam penjelasannya bang Airel mejelaskan beberapa poin yaitu :

Kelebihan Islam dalam membahas fiqh bagi orang yang berkebutuhan khusus yaitu ada kemudahan dala menjalankan setiap kewajibannya. seperti wudhu, bagu tuna netra dibolehkan tayamun. Dan seperti sholat bagio orang berkebutuhan khusus atau sakit bisa sholat dengan duduk atau bahka jika tidak mampu duduk dengan berbaring.

berkebutuhan khusus bagi pandangan Amerika adanya perbedaan segi fisik dan mental. sedangkan dalam Islam disabilitas bahwa perbedaan ini yang membuat ia tidak bisa beraktifitas seperti biasa.

Allah berfirman Dalam Qs. At Tin Ayat 4 :

"Sungguh telah Aku ciptakan manusia dengan sebaik - baiknya bentuk"

Sesungguhnya setiap anak di lahirkan Fitrah, yang menjadikan anak tersebut nasrani, yahudi adalah orang tuanya

Fitrah dalam Islam ada 2, yaitu utama (hati) dan Sekunder (akal,fisik)

Allah juga telah berfirman dalam Qs. Al Isro ayat 70 :

"Dan sungguh, kami telah memulaikan anak cucu adam, dan kami angkut mereka di darat dan di laut, dan kami berikan mereka rezeki dari yang baik - baik dan kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.

Juga dalam Qs. Al Insyirah ayat 5 dan 6 :

"Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan"

"Sesungguhnya bersama Kesulitan ada kemudahan"

maka untuk anak berkebutuhan khusus dipermudah dalam menjalankan ibadannya tanpa dianggap diistimewakan atau tetap dianggap sama hanya caranya saja yang dipermudah"

Ada 4 cara Rasulullah dalam mendidik anak :

  1. Tidak pernah memarahi anak -  anak
  2. bersabar dalam menghadapi dan dalam mengajar khususnya cucunya
  3. mengajar dengan cara yang menyenankan
  4. lebih dahulu mengajarkan
***
Press Release dibuat oleh :
Anada Deviana
BK 2014


THOHARAH

THOHARAH

01.22

FORMASI TARBAWI - Senin (9/3) kembali hadir Diskusi Sahabat Muslim atau yang sering disingkat D'SALIM. Pada D'SALIM kali ini membahas tentang Thoharah, yang menghadirkan Ust. Iskandar Ahza, M.A sebagai narasumber. Beliau menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan fiqh thoharah.

Thoharah menurut bahasa adalah bersih atau suci, terbebas dari kotoran. secara fiqh, thoharah berarti menghilangkan suatu hadast yang menjadi hambatan tidak sahnya ibadah.

Terdapat disurat Al-Baqorah ayat 222 :

 "Allah menyukai orang - orang yang taubat dan orang - orang yang membersihkan diri"

Dalam uraiannya, Ustadz yang berasal dari Belitung ini menerangkan bahwa Islam itu bersih  

Apa maksudnya ?

Seorang muslim yang memiliki keimanan adalah orang yang menjaga kebersihan bukan hanya kebersihan fiqhnya tetapi juga sosialnya atau yang nampak di luar (dzohir). Dikatakan seorang itu beriman jika ia mampu menjaga kebersihan dirinya baik secara bathin maupun lahir.

Mantan Dekan Fakultas Dakwah di salah satu Unversitas Islam di jakarta ini memberikan contoh betapa Islam itu bersih. Seperti dalam berwudhu itu memiliki 2 hikmah yang pertama untuk rohani dan kedua menyehatkan diri kita dari berbagai penyakit. Karena itulah Islam dikatakan bersih.

Pada pemaparan di atas pertanyaan beberapa mahasiswa, Ustadz Iskandar juga mengajak berdiskusi dan mempersilahkan mahasiswa membarikan pendapat yang berbeda. Beliau menerangkan mangenai dianjurkannya untuk tidak berwudhu di kamar mandi yang terdapat tempat pembuangan kotoran berwudhu dan menutup aurat sebelum dan saat bertilawah, dan banyak lagi

Terkahir beliau menutup dengan do'a. Semoga pertemuan hari ini berbuah pahala dan menjadi pemulus jalan ke surga. 

Pesan Beliau
" Jadikan ngaji dan kajian sebagai kebiasaan...Buat diri kita kecaduan ngaji..."
*Ust. Iskandar Ahzar, M.A
***

Press Release dibuat Oleh
Esmo Nugroho
BK 2014

Karena Cintakah Kita Disini?

22.25
#Family Gathering 1.

Merangkum sedikit Taujih dari salah seorang Sarjana Alumni FIP 2015; Kak Pradipta Hendarawan Putra, S.Pd. Gr

“Bahwa bergabung dan berada di jalan Dakwah ini tidak mudah
Bahwa di jalan dakwah ini banyak lukanya
Bahwa di jalan dakwah ini banyak rintangannya
Bahwa sebenarnya, berada di jalan dakwah ini menyenangkan”

Sudah tahu jalan ini sebegitu banyak pahitnya, kenapa masih bertahan?
Atau jalan ini memang akan banyak dukanya, akankah kita masih bertahan, sekalipun raga terluka, jiwa dicerca, ditolak dan sebagainya?
Berapa tahun Rasul Saw berdakwah? Bagaimana generasi setelahnya?

“Karena Cintakah Kita di sini”? Cinta seperti apakah?
Alhamdulillah jika kita semua di sini, di jalan dakwah ini, di Formasi Tarbawi ini karena Cinta.

Jika karena cinta, maka ini sangat berhubungan dengan niat.  Mari luruskan niat-niat kita semua.
Bila niat tidak lurus, maka sedikit saja gesekan di Formasi Tarbawi akan membuat kita bermasalah.
Jika masalah internal saja sudah cukup bikin capek, apalagi masalah lainnya.
Ketahuilah, niat yang lurus akan membuat kita beroleh Bonus. Bonus bersaudara seiman, bonus link yang luas, bonus menjadi pejuang kebaikan,
atau bahkan bonus mendapatkan pasangan hidup yang sholeh/ah. Cieeh !

  Tapi, apakah bonus duniawi itu yang kau cari? Jadikanlah obsesi tertinggimu adalah akhirat.
Dengan demikian, bonus dunia akan mendatangimu. Percayalah !
Jikapun setelah niatan yang lurus masih ada hambatan yang menjadi permasalahan, maka sudah menjadi Sunnatullahnya sebuah perjalanan.
Ingatlah selalu bahwa kriteria jalan dakwah :

1. Orangnya sedikit

Perhatikanlah, betapa asingnya Islam di tengah mayoritas pemeluknya. Meski demikian,jangan minder. Karena orang yang sedikit dan asing itulah “Sang penggerak kebaikan”. Pastikan itu antum, pribadi kita masing-masing.

Berapa jumlah mahasiswa muslim FIP tahun ini dan berapa pengurus Formasi Tarbawi periode ini? 3000an banding 62 pengurus.
Nah, itu pertanda masih banyak orang-orang yang tidak sadar  berjuang untuk  dakwah islam.
Berbahagialah kita yang masih Allah berikan kesadaran bergabung di sini. Karena realitas yang ada membuktikan bahwa yang peduli akan dakwah masih terbilang sedikit.

2.  Banyak rintangan

Jelas. Berada di jalan ini, kita semua mau tidak mau suka tidak suka akan sering dihadapkan pada problematika yang menguras fikiran maupun tenaga. Oleh karena itu:

  •  Internal pengurus, perkuatlah dengan ukhuwah. Saling memahami, saling mengerti dan lebih mengenal sesama saudara/i kita yang berjuang di Tarbawi. Sudah sejauh mana kita mengenal saudar/i kita di jalan juang ini?
  •  Eksternal yang harus ditopang dengan kesolidan dan stabilitas pengurus. Ini tugas kita bersama, tidak hanya mas’ul, mas’ulah dan kaderisasi. Ini tugas kita bersama.

3. Jalannya Panjang.

Berapa lama kita akan di Tarbawi? Berbatas bukan? Sepanjang perjalanan itu suatu waktu kita akan berdecak tanya:

  •  Kok pengurusnya kian sedikit?
  • Kok perjalanannya berasa lama?
  • Loh kok, kok kok…

Ingatlah lagi, jika jalan ini tak panjang, niscaya akan banyak yang bertahan dan istiqomah hingga akhir. Untuk itu, kita perlukan bekal yang memadai sepanjang perjalanan:

  • Luruskan niat. Jadikan adanya kita di sini bukan karena si’dia’ si’siapa’ namun semata-mata karena Allah, untuk Allah, cinta akan dakwah miris karena kondisi kekinian islam di wajah pemeluknya yang ‘asal-asalan’.
  • Bangun kedekatan kita terhadap Allah. Bukankah Allah akan menolong orang-orang yang menolong agamaNya?
  • Benahi diri. Jadilah teladan dalam kebaikan. Fastabiqul khoirot sekecil apapun, mari berlomba dalam kebaikan.
  • Eratkan ukhuwah. Kenali saudara/i kita lebih dekat. Mungkin ini akan berat bagi hati yang jarang terasah untuk peka. Hanya ingin “diperhatikan jarang sekali “memperhatikan”. Itu egois. Jadi jangan terlalu berlama-lama dalam keegoisan. Biasanya, semakin baik keimanan seseorang akan berefek pada ukhuwahnya, persaudaraannya. Semoga kita termasuk sosok yang bagus keimanannya. Aamiin ya Rabb.



Ragunan jelang siang, 29 Maret 2015

---Ka.Katar 1436---

#MengajakMembinaMenjagaMewarisi


Islamic Leadership For Hero TARBAWI dan MAF PGSD.

15.34
Bismillahirrohmanirrohiim


28 Januari 2015 lalu telah diselenggarakan agenda penyambutan pengurus baru Formasi Tarbawi FIP dan Musholla Al Fatah (MAF) PGSD dengan tajuk “Islamic Leadership for Hero Tarbawi and MAF”. Acara ini dilaksanakan di Taman Bunga Wiladatika, Cibubur dari sejak pukul 10.50 hingga lepas Ashar. Mengangkat tema “Da’wah is Our Life”, panitia mengundang Ust. Agus Supriatna untuk memberikan taujih pada para peserta.


Ustadz Agus dengan gamblang memberi penjelasan mengenai tema yang diangkat pada peserta dan panitia, beliau menjelaskan bahwa tema Da’wah is Our Life memiliki tiga arti.


“Arti pertama,” ujarnya membuka penjelasan, “adalah menempatkan dakwah sebagai dirinya, sebagai bagian dari hidupnya. Maka jika ia tidak berdakwah ia merasa dirinya mati, sebaliknya kala ia berdakwah, seluruh dirinya menjadi hidup. Orang seperti ini memiliki tingkatan tinggi sebagai da’i.”


“Arti kedua,” lanjut beliau, “adalah menjadikan dakwah hanya sebagai motto hidup. Misalnya, kala ditanya motto hidup, ia menulis atau menjawab ‘dakwah is my life’, sama seperti halnya orang yang menjadikan motto kalimat-kalimat haroki. Tidak ada jiwa dakwah yang sejati pada orang semacam ini. Semoga kita terhindar dari hanya menjadikan dakwah sebagai motto hidup dan life style, karena itu sungguh akan melelahkan  diri kita.”


“Arti ketiga,” terangnya menutup penjelasan dari arti tema yang diusung, “adalah untuk orang-orang yang hendak merekonstruksikan dirinya untuk berdakwah. Agar ianya menjadi orang yang lebih berguna untuk agama. Semoga kita bisa menjadi golongan yang pertama dan yang ketiga, dan bukan menjadi yang kedua.”


Kemudian Ustadz Agus menutup penjelasannya dengan memberikan sedikit nasihat bagi peserta  dan panitia yang baru merekonstruksi dirinya dalam menjadikan dakwah sebagai hidupnya, “baca dan perdalamlah kepahaman tentang Al-Qur’an, baca dan pahami pula buku-buku pergerakan dakwah, untuk menguatkan azzam dalam menjadikan dakwah sebagai hidup kita.”


Selain taujih dari seorang ustadz yang faqih, ada pula pengenalan Formasi Tarbawi dan Musholla Al Fatah melalui Kapita Selekta yang dibawakan oleh alumni. Pertama adalah ukhtina Defi Nur Afitasari dari Musholla Al Fatah PGSD dan kemudian disusul akhina Fauzan Hizbullah dari Formasi Tarbawi.


Kapita selekta ini memberi gambaran bagi peserta mengenai organisasi yang akan mereka diami selama setahun ke depan dengan melihat masa lalu. Hal ini dimaksudkan agar peserta mampu menganalisis kekurangan, kelebihan, peluang, dan acaman yang mungkin ada ke depan nanti.
Selesai kapita selekta peserta diajak bermain dengan games yang telah dirancang panitia agar mereka mendapat pengertian tentang ikatan ukhuwwah, kerjasama, dan kesabaran dalam berorganisasi. Lalu dilanjutkan dengan kumpul departemen sebagai sarana ta’aruf antar anggota.


Maka, acara “Islamic Leadership for Hero Tarbawi and MAF” ini diharapkan mampu menjadi tahap awal dalam menjalankan organisasi Formasi Tarbawi FIP dan MAF PGSD ke depan nanti. Serta diharapkan seluruh pengurus bisa menjadi pahlawan bagi 2 organisasi tersebut dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di Lembaga Dakwah.

Barakallahu fiikum. Ahlan wa sahlan wa marhaban, punggawa baru, pahlawan baru 
                   Formasi Tarbawi FIP dan Musholla Al Fatah PGSD