- Latar
Belakang Umar dan Keluarganya
Umar Bin Abdul Aziz,
seorang anak laki-laki yang dilahirkan oleh Ummu Asim Laila Binti Asim dan
ayahnya Abdul Aziz Bin Marwan pada tahun 682 M atau 61 H di Madinah (beberapa
ahli sejarah lainnya mengklaim lahir di Mesir). Umar Bin Abdul Aziz dijuluki ASYAJ BANI UMAYAH yang artinya ‘YANG TERLUKA DI WAJAHNYA’ sebagaimana
mimpi Umar Bin Khattab. Umar Bin Abdul Aziz mempunyai nasab dengan Umar Bin
Khattab dari sang ibu. Umar Bin Abdul Aziz mempunyai tiga adik yaitu Abu Bakar,
Muhammad dan Ashim.
Umar Bin Abdul Aziz
mempunyai istri bernama Fatimah
binti Abdul Malik, ia wanita soleha dari kalangan kerajaan Bani Umayah, putri dari Khalifah Abdul Malik Bin
Marwan. Selain Fatimah, Umar Bin Abdul Aziz mempunyai tiga istri lagi, yaitu
Lamis binti Ali, Ummu Utsman bin Syu’aib, dan Ummu Walad. Umar mempunyai empat
belas anak laki-laki, yaitu Abdul Malik, Abdul Aziz, Abdullah, Ibrahim, Ishaq,
Ya’qub, Bakar, Al-Walid, Musa, Ashim, Yazid, Zaban, Abdullah dan tiga anak
perempuan yaitu Aminah, Ummu Ammar dan Ummu Abdillah.
Umar bin Abdul Aziz tergolong anak yang cerdas dan memiliki hafalan yang
kuat. Kedekatan kekerabatannya dengan Abdullah bin Umar bin Khattab menyebabkan
ia sering bermain ke rumah sahabat nabi yang mulia ini. Suatu ketika ia
mengatakan kepada ibunya sebuah cita-cita yang mulia dan menunjukkan jati diri
Umar kecil, “Ibu, aku ingin menjadi seorang laki-laki dari paman ibu.” Ibunya
pun menanggapi, “Sulit bagimu nak, untuk meniru pamanmu itu.”
Terang
saja ibunya mengatakan demikian, Abdullah bin Umar adalah salah seorang
pembesar dari kalangan sahabat Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam. Ia merupakan salah seorang yang paling banyak
meriwayatkan hadis nabi, seseorang putera kesayangan dari orang yang paling
mulia di masa Islam setelah Nabi Muhammad dan Abu Bakar Ash-Shiddiq, seorang
ahli ibadah lagi mempunyai kedudukan terhormat, dan dicintai umat. Namun, Umar
bin Abdul Aziz tak patah semangat, ia memiliki jiwa yang tangguh sebagaimana
kakeknya Umar bin Khattab.
Ayah Umar
bin Abdul Aziz adalah seorang gubernur di Mesir. Suatu ketika ia mengirim surat
ke ibu kota yang berisikan mengajak anak dan istrinya untuk menyertainya di
Negeri Mesir. Sang ibu pun berkonsultasi dengan Abdullah bin Umar, kemudian
Ibnu Umar menasihatinya, “Keponakanku, dia adalah suamimu, pergilah kepadanya.”
Manakala Ummu Ashim hendak berangkat, Ibnu Umar mengatakan, “Tinggalkanlah
anakmu ini –Umar bin Abdul Aziz- bersama kami, dia satu-satunya anakmu yang
mirip dengan keluarga besar Al-Khattab.” Ummu Ashim tidak membantah dan dia
meninggalkan anaknya bersama pamannya tersebut.
Ketika
sampai di Mesir, sang ayah pun menanyakan perihal Umar bin Abdul Aziz. Ummu
Ashim mengabarkan apa yang terjadi, berbahagialah Abdul Aziz mendengar kabar
tersebut. Ia mengirim surat kepada saudaranya, Abdul Malik, agar mencukupi
kebutuhan anaknya di Madinah. Abdul Malik menetapkan seribu dinar setiap
bulannya untuk biaya hidup Umar bin Abdul Aziz. Setelah beberapa saat, Umar bin
Abdul Aziz pun menyusul ayahnya ke Mesir.
Umar
menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716. Ia di bai'at sebagai khalifah pada hari Jumat setelah Sholat Jumat.
Hari itu juga setelah ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan
kebijakan khalifah baru ini. Khalifah
Umar ini hanya memerintah selama tiga tahun kurang sedikit. Menurut riwayat, ia
meninggal karena dibunuh (diracun) oleh pembantunya.
- Mentor-mentor
UMAR BIN ABDUL AZIZ
1. Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar, seorang periwayat hadist terbanyak dan
pamannya sendiri.
2. Shalih bin Kaisan, mentor pilihan
dari ayahnya Umar.
Shalih
mendidik Umar dengan baik. Shalih mengharuskan Umar sholat lima waktu berjamaah
di masjid. Suatu hari Umar tertinggal dari sholat berjamaah, maka Shalih bin
Kaisan pun bertanya, “Apa yang menyibukkanmu?” Umar menjawab, “Pelayanku
menyisir rambutku.” Shalih berkata, “Sedemikian besar perhatianmu terhadap
menyisir rambut, sampai-sampai kamu tertinggal sholat.” Lalu Shalih
menyampaikan hal itu kepada ayah Umar bin Abdul Aziz, maka ayahnya mengutus
seseorang dan langsung mencukur rambutnya tanpa bertanya apa-apa lagi.
3. Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah
bin Mas’ud, mentor yang sangat dihormati Umar.
Umar
sangat menghormatinya, menimba ilmu darinya, menjadi beradab dengan meniru prilakunya
dan sering mengunjunginya. Sampai ketika Umar menjadi gubernur Madinah, ia pun
sering melakukan hal itu. Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, ia mengatakan,
“Seandainya Ubaidullah masih hidup, niscaya aku tidak menetapkan sebuah
keputusan kecuali berpijak dengan pendapatnya. Aku berharap memperoleh ini dan
ini dengan satu hari bersama Ubaidullah.”
4. Sa’id bin Al-Musayyib, bintangnya
para tabi’in.
Jika
generasi sahabat memiliki Abu Bakar sebagai tokoh utama, maka generasi tabi’in
diwakilkan oleh Sa’id bin Al-Musayyib, demikianlah pujian ulama terhadapnya. Ia
merupakan seorang ulama yang kharismatik, berwibawa, dan disegani oleh para
pemimpin. Bilamana khalifah datang ke suatu masjid yang memerlukan untuk
mengosongkan masjid tersebut, sementara di sana sedang duduk Sa’id, maka
khalifah tidak akan berani menyentuhnya karena kewibawaannya. Ia tidak pernah
mendatangi seorang gubernur pun selain Umar. Menunjukkan keshalihan dan
kebaikan Umar pun diakui di mata seorang Sa’id bin Al-Musayyib.
5.
Salim
bin Abdullah bin Umar bin Khattab, cucu dari Umar bin Khattab.
Suatu hari, Salim bin Abdullah datang kepada Khalifah
Sulaiman bin Abdul Malik, saat itu salim memakai baju yang kasar dan using.
Sulaiman menyambutnya dengan hangat dan mempersilakannya duduk di singgasananya.
Umar bin Abdul Aziz ikut hadir di majelis tersebut, maka seorang laki-laki di
barisan belakang berkata kepada Umar, “Apakah pamanmu itu tidak bisa memakai
baju yang lebih bagus dan lebih baik dari bajunya itu untuk menghadap amirul mukminin?” Orang yang
berbicara ini memakai baju yang bagus dan mahal. Umar menjawab. “Aku tidak
melihat baju yang dipakai pamanku itu mendudukkannya di tempatmu ini, dan aku
juga tidak melihat bajumu ini bisa mendudukanmu di tempat pamanku itu.”
Umar sangat menyayangi Salim, saking sayangnya, orang-orang
pun menganggapnya berlebihan. Namun Umar membela diri karena Salim memang layak
mendapatkan hal seperti itu.
6.
Mentor-mentor lainnya.
Umar bin Abdul Aziz terdidik dan belajar di tangan para
ulama dan fuqaha’ dalam jumlah besar,
jumlah gurunya mencapai tiga puluh tiga orang; delapan dari mereka adalah
sahabat dan dua puluh lima lainnya adalah tabi’in. Umar bin Abdul Aziz menimba
ilmu dan hikmah dari mereka, sehingga tampaklah ilmu dan akhlak yang mulia pada
dirinya. Ia memiliki jiwa yang tangguh dalam menghadapi rintangan, keteguhan
pemikiran yang mendalam dan selalu merenungkan Alquran, berkemauan kuat, dan
lain-lain.
- Masa
Kekhalifahan
1. Sebelum
Menjabat
Menjelang
wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’
bin Haiwah menasihatinya, "Wahai
Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur
dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau
tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?".
Jawab Khalifah Sulaiman, "Aku
melihat Umar Ibn Abdul Aziz".
Surat
wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz sebagai penerus
kekhalifahan, tetapi dirahasiakan darai kalangan menteri dan keluarga. Sebelum
wafatnya Sulaiman, ia memerintahkan agar para menteri dan para gubernur
berbai’ah dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat
tersebut.
Seluruh
umat Islam berkumpul di dalam masjid dalam keadaan bertanya-tanya, siapa
khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah mengumumkan, "Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz,
sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini".
Umar
bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa
bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku
mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki".
2. Saat Menjabat
a. Hari Pertama
Umat
tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang
berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan. Segala keistimewaan sebagai
khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah.
Ketika pulang ke rumah, Umar berpikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur.
Ketika pulang ke rumah, Umar berpikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur.
Pada
saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik
masuk melihat ayahnya dan berkata,
"Apakah yang sedang engkau
lakukan wahai Amirul Mukminin?". Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah
bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini".
"Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?",
Tanya anaknya ingin tahu.
Umar
membalas, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian
ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat".
“Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga
waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggung jawab Amirul Mukminin
mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” ucap anaknya. Umar bin Abdul Aziz
terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, ia memanggil anaknya untuk
mendekatinya, mengecup kedua belah mata anaknya sambil berkata “Segala puji
bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas
agamaku”
b. Hari Kedua
Hari
kedua dilantik menjadi khalifah, ia menyampaikan khotbah umum. Diujung khotbahnya,
ia berkata “Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab
selepas al-Quran,
aku bukan penentu hukum. Malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah
malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik
dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya
dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang
yang paling banyak dosa di sisi Allah”
Ia kemudian duduk dan menangis "Alangkah besarnya ujian Allah
kepadaku" sambung Umar Bin Abdul Aziz. Ia pulang ke rumah dan menangis
sehingga ditegur isteri “Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?” Ia mejawab “Wahai
isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat
kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya yang banyak,
rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum
muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku
bimbang, aku tidak dapat menjawab hujjah-hujjah
mereka sebagai khalifah kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka
adalah Rasulullah saw’’ Isterinya pun turut mengalir air mata.
c.
Hari-hari selanjutnya (hal yang paling luar biasa)
Umar bin Abdul Aziz mulai memeritah pada usia 36 tahun
sepanjang tempo 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahannya sangat menakjubkan.
Pada waktu inilah dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima
zakat sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa diberikan kepada
seseorang yang tidak ada pembiayaan untuk bernikah dan juga hal-hal lain.
Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya
dan mengkondisikan negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) memerintah. Kebijakannya
dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah dengan 4 khalifah pertama itu. Gajinya
selama menjadi khalifah hanya 2 dirham perhari atau 60 dirham perbulan.
Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki ia dengan Khulafaur Rasyidin ke-5.
3.
Akhir Masa Jabatan
Umar bin Abdul-Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat
diracun oleh pembantunya. Umat Islam datang berziarah melihat kedhaifan hidup
khalifah sehingga ditegur oleh menteri kepada isterinya, "Gantilah baju khalifah itu",
dibalas isterinya, "Itu saja
pakaian yang khalifah miliki".
a.
Wasiat untuk Anak-anaknya
Apabila ia ditanya “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau
mau mewasiatkan sesuatu kepada anak-anakmu?” Umar Abdul Aziz menjawab "Apa
yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa"
"Mengapa
engkau tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki?"
"Jika
anak-anakku orang soleh, Allah lah yang menguruskan orang-orang soleh. Jika
mereka orang-orang yang tidak soleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di
tangan orang yang mendurhakai Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai
Allah"
Pada waktu lain, Umar bin Abdul-Aziz memanggil semua anaknya
dan berkata "Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua
pilihan, pertama, menjadikan kamu semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka
atau kedua, kamu miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga karena
tidak menggunakan uang rakyat. Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah
memilih surga."
Umar
tidak berkata, “Aku telah memilih kamu untuk susah.”
Anak-anaknya itu ditinggalkan tidak berharta. Setelah
kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar
bin Abdul-Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin
Abdul-Aziz.
D.
Referensi
- (Inggris) Umar II (Umayyad caliph). Britannica
Online Encyclopedia.
- Abdurrahman,
Jamal (2007). Keagungan Generasi Salaf (disertai
kisah-kisahnya) (dalam bahasa Indonesia). Darus Sunnah.
- Jalaluddin
Suyuthi (w. 911 H). Tarikh al-Khulafa(Sejarah Para Khalifah).
- Azra, Azyumardi (2004). Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan
XVIII (dalam bahasa Indonesia). Prenada Media. hlm. 27–28.