Merdeka dari Kebodohan

15.28

Merdeka! Sebuah kata yang begitu familiar, dan kita ketahui jatuh pada tanggal 17 Agustus, yang dijadikan sebagai hari kemerdekaan.

Teringat sejarah bagaimana negeri ini mengambil kemerdekaan. Maka kemerdekaan tak bisa kita lepaskan dari kata Nasionalisme.
Rasa membela negara hingga mati.

Ahh. Seperti itu kah?
Rasanya ada yang kurang. Apakah Nasionalisme saja? Apakah hanya karena ingin mempertahankan sebuah tanah?

Ya. Banyak yang melupakan.
Dan tak pernah asik untuk dibahas di sekolah.

Yaitu sebuah semangat, yang menjadikan semangat nasionalisme menjadi sangat menakutkan.

Semangat apa??

Semangat Jihad para pahlawan. Semangat syahid para pahlawan. Bukan untuk mempertahankan sepetak tanah, tapi untuk membebaskan perbudakan di Negeri ini.

Bersyukur karena para pahlawan mengidolakan Rasulullah, mengikuti gerak Rasulullah.

Tapi sayangnya, Jihad dan syahid pada era ini dianggap sebagian orang layaknya sebuah momok penyakit yang tak boleh tersentuh, tak boleh dihirup, tak boleh disimpan, dan menuhankan demokrasi dan NKRI. Serta menuhankan apa yang dikatakan media. Merdeka dari penjajah tapi terjajah oleh keindahan kebathilan.

Teringat apa yang dilakukan Amr Ibn luhay. Beliau membawa sebuah kebathilan ke makkah. Membuat sistem kepercayaan. Dibungkus dengan keindahan logika.

"Perantara"
Manusia membutuhkan perantara untuk berdoa dan tak pantas meminta langsung kepada Allah S.W.T. Maka muncul lah Lata dan uzza sebagai perantara.

Teringat juga bagaimana indahnya dan lihainya ke logika dan permainan kata firaun mengubur dirinya dan rakyat kedalam siksa Allah
Yang diabadikan salah satu ucapannya oleh Allah dalam Alqur'an " bukankah aku lebih baik dari lebih baik dari orang ini yang tak mampu menjelaskan perkataannya.
(Q.s. zukhruuf [34] : 51-54)

Betapa logisnya ketika fira'un tau bahwa musa berbicara sedikit terbata-bata

Sayangnya era ini. Di negeri yang merdeka ini. Masih dilanjutkan dan terus bermertamorfosanya Fira'un masa kini.

Di Negeri yang merdeka ini. Bagaimana logika dituhankan. Demokrasi di tuhankan. Bahkan HAM di tuhankan.

Aku bersyukur. Karena aku masih sadar. Bahwa negara ini tak akan seperti ini. Jika tak ada semangat jihad dan syahid.

Logika.
Demokrasi.
HAM.

Yang salah diartikan. Dituhankan. Dan melihat Syariat islam laksana momok penyakit. Syariat islam sebagai penghalang kebebasan.

Maka sadarkah aku. Bahwa kondisi moral dan akhlak bangsa ini seperti apa sekarang??

Maka jawaban dari hal itu adalah.

ku ucapkan terima kasih kepada para pahlawan yang membebaskan kita dri jajahan belanda,portugis dan jepang. Terima kasih untuk para guru yang masih mau mengajar walau dihajar. Terima kasih para Murabbi dan Murabbiyah yang masih rela menghabiskan waktu, uang dan segalanya. Untuk mendidik. Menjaga moral dan akhlak para penerus bangsa ini.

Terima kasih untuk para Tirani-tirani yang mengikat negeri ini. Untuk menjauh dari islam. Menjauhkan para pemuda dengan agamanya. Membuat islam bak momok penyakit.

Tapi sadarlah. Hal itu membuat para aktivis tak akan berhenti memperlihatkan romantisme islam.

Semoga Allah memberkahi negeri ini. Di hari kemerdekaannya yang ke 71. Semoga Allah bebaskan negeri ini dari tangan para tirani. Serta kejahilan para tirani.

Aamiin Allahumma Aamiin.

Esmo Nugroho (Sekjend. Formasi Tarbawi 1437H)

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Disqus
Tambahkan komentar Anda

1 komentar

Kemerdekaan yang hakiki adalah ketika kebaikan yg berasal dari Allah menang melawan kebathilan serta menafikan semua kebaikan yang fana dan relatif serta menguntungkan segolongan orang saja.

Dirgahayu RI ke-71, Maju terus bersama Allah.

Mantab buat pak sekjen. Ditunggu karya"nya lagi.^^

Balas

Jazakumullah khairan, atas komentarnya ikhwah!