MASA KEKHALIFAHAN UMAR BIN ABDUL AZIZ

17.01


  1. Latar Belakang Umar dan Keluarganya
Umar Bin Abdul Aziz, seorang anak laki-laki yang dilahirkan oleh Ummu Asim Laila Binti Asim dan ayahnya Abdul Aziz Bin Marwan pada tahun 682 M atau 61 H di Madinah (beberapa ahli sejarah lainnya mengklaim lahir di Mesir). Umar Bin Abdul Aziz dijuluki ASYAJ BANI UMAYAH yang artinya ‘YANG TERLUKA DI WAJAHNYA’ sebagaimana mimpi Umar Bin Khattab. Umar Bin Abdul Aziz mempunyai nasab dengan Umar Bin Khattab dari sang ibu. Umar Bin Abdul Aziz mempunyai tiga adik yaitu Abu Bakar, Muhammad dan Ashim.
Umar Bin Abdul Aziz mempunyai istri bernama Fatimah binti Abdul Malik, ia wanita soleha dari kalangan kerajaan Bani Umayah, putri dari Khalifah Abdul Malik Bin Marwan. Selain Fatimah, Umar Bin Abdul Aziz mempunyai tiga istri lagi, yaitu Lamis binti Ali, Ummu Utsman bin Syu’aib, dan Ummu Walad. Umar mempunyai empat belas anak laki-laki, yaitu Abdul Malik, Abdul Aziz, Abdullah, Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Bakar, Al-Walid, Musa, Ashim, Yazid, Zaban, Abdullah dan tiga anak perempuan yaitu Aminah, Ummu Ammar dan Ummu Abdillah.
Umar bin Abdul Aziz tergolong anak yang cerdas dan memiliki hafalan yang kuat. Kedekatan kekerabatannya dengan Abdullah bin Umar bin Khattab menyebabkan ia sering bermain ke rumah sahabat nabi yang mulia ini. Suatu ketika ia mengatakan kepada ibunya sebuah cita-cita yang mulia dan menunjukkan jati diri Umar kecil, “Ibu, aku ingin menjadi seorang laki-laki dari paman ibu.” Ibunya pun menanggapi, “Sulit bagimu nak, untuk meniru pamanmu itu.”
Terang saja ibunya mengatakan demikian, Abdullah bin Umar adalah salah seorang pembesar dari kalangan sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ia merupakan salah seorang yang paling banyak meriwayatkan hadis nabi, seseorang putera kesayangan dari orang yang paling mulia di masa Islam setelah Nabi Muhammad dan Abu Bakar Ash-Shiddiq, seorang ahli ibadah lagi mempunyai kedudukan terhormat, dan dicintai umat. Namun, Umar bin Abdul Aziz tak patah semangat, ia memiliki jiwa yang tangguh sebagaimana kakeknya Umar bin Khattab.
Ayah Umar bin Abdul Aziz adalah seorang gubernur di Mesir. Suatu ketika ia mengirim surat ke ibu kota yang berisikan mengajak anak dan istrinya untuk menyertainya di Negeri Mesir. Sang ibu pun berkonsultasi dengan Abdullah bin Umar, kemudian Ibnu Umar menasihatinya, “Keponakanku, dia adalah suamimu, pergilah kepadanya.” Manakala Ummu Ashim hendak berangkat, Ibnu Umar mengatakan, “Tinggalkanlah anakmu ini –Umar bin Abdul Aziz- bersama kami, dia satu-satunya anakmu yang mirip dengan keluarga besar Al-Khattab.” Ummu Ashim tidak membantah dan dia meninggalkan anaknya bersama pamannya tersebut.
Ketika sampai di Mesir, sang ayah pun menanyakan perihal Umar bin Abdul Aziz. Ummu Ashim mengabarkan apa yang terjadi, berbahagialah Abdul Aziz mendengar kabar tersebut. Ia mengirim surat kepada saudaranya, Abdul Malik, agar mencukupi kebutuhan anaknya di Madinah. Abdul Malik menetapkan seribu dinar setiap bulannya untuk biaya hidup Umar bin Abdul Aziz. Setelah beberapa saat, Umar bin Abdul Aziz pun menyusul ayahnya ke Mesir.
Umar menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716. Ia di bai'at sebagai khalifah pada hari Jumat setelah Sholat Jumat. Hari itu juga setelah ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan khalifah baru ini.  Khalifah Umar ini hanya memerintah selama tiga tahun kurang sedikit. Menurut riwayat, ia meninggal karena dibunuh (diracun) oleh pembantunya.

  1. Mentor-mentor UMAR BIN ABDUL AZIZ
1.      Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar, seorang periwayat hadist terbanyak dan pamannya sendiri.
2.      Shalih bin Kaisan, mentor pilihan dari ayahnya Umar.
Shalih mendidik Umar dengan baik. Shalih mengharuskan Umar sholat lima waktu berjamaah di masjid. Suatu hari Umar tertinggal dari sholat berjamaah, maka Shalih bin Kaisan pun bertanya, “Apa yang menyibukkanmu?” Umar menjawab, “Pelayanku menyisir rambutku.” Shalih berkata, “Sedemikian besar perhatianmu terhadap menyisir rambut, sampai-sampai kamu tertinggal sholat.” Lalu Shalih menyampaikan hal itu kepada ayah Umar bin Abdul Aziz, maka ayahnya mengutus seseorang dan langsung mencukur rambutnya tanpa bertanya apa-apa lagi.
3.      Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud, mentor yang sangat dihormati Umar.
Umar sangat menghormatinya, menimba ilmu darinya, menjadi beradab dengan meniru prilakunya dan sering mengunjunginya. Sampai ketika Umar menjadi gubernur Madinah, ia pun sering melakukan hal itu. Ketika Umar menjabat sebagai khalifah, ia mengatakan, “Seandainya Ubaidullah masih hidup, niscaya aku tidak menetapkan sebuah keputusan kecuali berpijak dengan pendapatnya. Aku berharap memperoleh ini dan ini dengan satu hari bersama Ubaidullah.”
4.      Sa’id bin Al-Musayyib, bintangnya para tabi’in.
Jika generasi sahabat memiliki Abu Bakar sebagai tokoh utama, maka generasi tabi’in diwakilkan oleh Sa’id bin Al-Musayyib, demikianlah pujian ulama terhadapnya. Ia merupakan seorang ulama yang kharismatik, berwibawa, dan disegani oleh para pemimpin. Bilamana khalifah datang ke suatu masjid yang memerlukan untuk mengosongkan masjid tersebut, sementara di sana sedang duduk Sa’id, maka khalifah tidak akan berani menyentuhnya karena kewibawaannya. Ia tidak pernah mendatangi seorang gubernur pun selain Umar. Menunjukkan keshalihan dan kebaikan Umar pun diakui di mata seorang Sa’id bin Al-Musayyib.
5.      Salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab, cucu dari Umar bin Khattab.
Suatu hari, Salim bin Abdullah datang kepada Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, saat itu salim memakai baju yang kasar dan using. Sulaiman menyambutnya dengan hangat dan mempersilakannya duduk di singgasananya. Umar bin Abdul Aziz ikut hadir di majelis tersebut, maka seorang laki-laki di barisan belakang berkata kepada Umar, “Apakah pamanmu itu tidak bisa memakai baju yang lebih bagus dan lebih baik dari bajunya itu untuk menghadap amirul mukminin?” Orang yang berbicara ini memakai baju yang bagus dan mahal. Umar menjawab. “Aku tidak melihat baju yang dipakai pamanku itu mendudukkannya di tempatmu ini, dan aku juga tidak melihat bajumu ini bisa mendudukanmu di tempat pamanku itu.”
Umar sangat menyayangi Salim, saking sayangnya, orang-orang pun menganggapnya berlebihan. Namun Umar membela diri karena Salim memang layak mendapatkan hal seperti itu.
6.      Mentor-mentor lainnya.
Umar bin Abdul Aziz terdidik dan belajar di tangan para ulama dan fuqaha’ dalam jumlah besar, jumlah gurunya mencapai tiga puluh tiga orang; delapan dari mereka adalah sahabat dan dua puluh lima lainnya adalah tabi’in. Umar bin Abdul Aziz menimba ilmu dan hikmah dari mereka, sehingga tampaklah ilmu dan akhlak yang mulia pada dirinya. Ia memiliki jiwa yang tangguh dalam menghadapi rintangan, keteguhan pemikiran yang mendalam dan selalu merenungkan Alquran, berkemauan kuat, dan lain-lain.

  1. Masa Kekhalifahan
1.      Sebelum Menjabat
Menjelang wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihatinya, "Wahai Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah pilihanmu?". Jawab Khalifah Sulaiman, "Aku melihat Umar Ibn Abdul Aziz".
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan darai kalangan menteri dan keluarga. Sebelum wafatnya Sulaiman, ia memerintahkan agar para menteri dan para gubernur berbai’ah dengan nama bakal khalifah yang tercantum dalam surat wasiat tersebut.
Seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid dalam keadaan bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah mengumumkan, "Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini".
Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki".

2.      Saat Menjabat
a.       Hari Pertama
Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah.
Ketika pulang ke rumah, Umar berpikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah 
Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur.
Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?". Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini".
"Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?", Tanya anaknya ingin tahu.
Umar membalas, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat".
“Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggung jawab Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” ucap anaknya. Umar bin Abdul Aziz terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, ia memanggil anaknya untuk mendekatinya, mengecup kedua belah mata anaknya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku”
b.      Hari Kedua
Hari kedua dilantik menjadi khalifah, ia menyampaikan khotbah umum. Diujung khotbahnya, ia berkata “Wahai manusia, tiada nabi selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas al-Quran, aku bukan penentu hukum. Malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah”
Ia kemudian duduk dan menangis "Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku" sambung Umar Bin Abdul Aziz. Ia pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “Apa yang Amirul Mukminin tangiskan?” Ia mejawab “Wahai isteriku, aku telah diuji oleh Allah dengan jabatan ini dan aku sedang teringat kepada orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya yang banyak, rezekinya sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan aku bimbang, aku tidak dapat menjawab hujjah-hujjah mereka sebagai khalifah kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah saw’’ Isterinya pun turut mengalir air mata.
c.       Hari-hari selanjutnya (hal yang paling luar biasa)
Umar bin Abdul Aziz mulai memeritah pada usia 36 tahun sepanjang tempo 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahannya sangat menakjubkan. Pada waktu inilah dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak menerima zakat sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa diberikan kepada seseorang yang tidak ada pembiayaan untuk bernikah dan juga hal-hal lain.
Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin) memerintah. Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah dengan 4 khalifah pertama itu. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 2 dirham perhari atau 60 dirham perbulan. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki ia dengan Khulafaur Rasyidin ke-5.
3.      Akhir Masa Jabatan
Umar bin Abdul-Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh pembantunya. Umat Islam datang berziarah melihat kedhaifan hidup khalifah sehingga ditegur oleh menteri kepada isterinya, "Gantilah baju khalifah itu", dibalas isterinya, "Itu saja pakaian yang khalifah miliki".
a.       Wasiat untuk Anak-anaknya
Apabila ia ditanya “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau mau mewasiatkan sesuatu kepada anak-anakmu?” Umar Abdul Aziz menjawab "Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa"
"Mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki?"
"Jika anak-anakku orang soleh, Allah lah yang menguruskan orang-orang soleh. Jika mereka orang-orang yang tidak soleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai Allah"
Pada waktu lain, Umar bin Abdul-Aziz memanggil semua anaknya dan berkata "Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama, menjadikan kamu semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka atau kedua, kamu miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga karena tidak menggunakan uang rakyat. Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga."
Umar tidak berkata, “Aku telah memilih kamu untuk susah.”
Anak-anaknya itu ditinggalkan tidak berharta. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul-Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul-Aziz.

D.    Referensi
    1. (Inggris) Umar II (Umayyad caliph)Britannica Online Encyclopedia.
    2. Abdurrahman, Jamal (2007). Keagungan Generasi Salaf (disertai kisah-kisahnya) (dalam bahasa Indonesia). Darus Sunnah.
    3. Jalaluddin Suyuthi (w. 911 H). Tarikh al-Khulafa(Sejarah Para Khalifah).
    4. Azra, Azyumardi (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (dalam bahasa Indonesia). Prenada Media. hlm. 27–28.

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Disqus
Tambahkan komentar Anda

Tidak ada komentar

Jazakumullah khairan, atas komentarnya ikhwah!